
Kata seorang teman:
"Sampah bisa didaur ulang menjadi
barang yang bemanfaat". Percuma, sekali sampah tetap sampah. Oh,
malang nian nasibmu, sampah. Hahaha aku sampah.
Tapi aku bertekad untuk mendaur ulang diriku. Setidaknya menjadi sampah yang berguna. Percuma, kau sudah jatuh dua kali, sampah! Usahamu sia-sia. Diam kau! Ku tak butuh cacianmu! Hargailah sedikit usahaku. Biarpun aku sampah aku masih punya hati. Aku masih punya nyawa. Aku masih punya raga. Aku memang tak akan pernah jadi mutiara. Selamanya tak akan. Orang yang membuatku menjadi sampah pun sudah lari, sudah mati. Lalu aku bisa apa? Aku tak mungkin merutuki diri tiap waktu. Aku tak minta kau kasihani. Tidak, sama sekali tidak.
Lantas, kemana orang
yang barubaru ini mengatakan cinta padamu? Dia sudah pergi. Pergi? Hahaha
diapun pergi karena mengetahui kau sampah, bukan? Ya. Sekarang terimalah
nasibmu, sampah. Diam, kau! Sekarang begini saja, lebih baik kau bakar habis
dirimu agar sekalian kau jadi abu hahaha. Usul konyol, takkan pernah ku
lakukan! Lantas, apa maumu? Kau bertanya apa mauku? Ya. Aku mau mendaur ulang
diriku. Mendaur ulang haha menjadi apa? Entahlah setidaknya aku ingin sedikit
berguna. Terlambat! Mengapa begitu? Sudah tak ada satupun dari bagian dirimu
yang bisa kau daur ulang. Apa? Ya, kau sudah jatuh dua kali ingat itu! Hahaha
dasar bodoh, makanya jadi orang jangan bodoh, pikir baik-baik sebelum bertindak
sebelum kau menjadi sampah. Ya, aku menyesal. Tiada guna! Kau tetaplah sampah!
Diaaaamm!
Hening....
Lama-lama aku bisa gila
berdebat dengan diriku sendiri. Suara-suara berdengung di kepala laksana ribuan
tawon menggerutu. Diaamm, aku muak! Hahaha sampah!
Puluhan bahkan ratusan kata-kata motivasi telah kubaca untuk mengetahui cara bangkit dari keterpurukan dan cara mendaur ulang sampah. Tapi tetap, bergulatan batin ini seakan tak berujung. Gusar, lebih gusar, makin gusar. Bagaimana bila selamanya diriku adalah sampah. Bagaimana bila proses daur ulang diriku gagal, berhenti di tengah jalan, atau bahkan berjalan mundur. Bagaimana bila tak ada satupun orang yang sudi menerima bentuk daur ulangku. Bagaimana? Hahaha itu risikomu, sampah! Diam kau, aku tak butuh pendapatmu. Apa kau tega bila aku selamanya begini? Aku sebetulnya kasihan padamu. Aku tak butuh kau kasihani. Lalu? Aku hanya butuh kau mengerti. Tolong bantu aku untuk keluar dari lubang setan ini, tolong. Jangan mengemis padaku. Ah, dasar kau! Tak berhati, dingin!
Terseok, lambat laun
langkah kakiku makin tak menentu arah. Hendak kemana akupun tak tau. Masih
adakah pintu-pintu kebahagiaan yang sudi kuketuk? Aku haus. Aku lelah. Aku tak
kuat lagi. Serasa ingin mati. Memangnya sampah bisa mati? Bukannya memang sudah
mati? Diaaamm!
Sampah adalah benda tak terpakai yang telah dibuang; tak berharga; tiada guna. Ah, itu memang layak disebut diriku. Aku memang sampah. Lelah ku memikirkan semua ini. Serasa kering airmataku menangisi nasib ini. Nasib sial sepanjang waktu. Hanya karena tingkah bodoh perangkap setan. Hahaha kasihan. Diam atau kusumpal mulutmu!
Kemana lagi kuharus
berjalan. Tak adakah tempat singgah? Sekadar untuk melepas lelahku. Biarkan aku
beristirahat. Aku sudah lelah mengapus lelehan airmata ini. Aku ingin
istirahat; sebentar atau mungkin selamanya. Tak ada harapan lagi untukku.
Takkan pernah ada. Takkan ada punggung yang bersedia menjadi tempat aku
bersandar. Walaupun aku telah mendaur ulang diriku. Rasanya pasti berbeda
dibandingkan dengan benda yang belum menjadi sampah lantas didaur ulang.
Beginilah nasibku. Nasib seonggok sampah.
Masa lalu yg kututup
paksa, yang tak ingin aku ingat, kini kembali menggerogotiku. Aku tak berani
menatap masa depan. Masa depan bagiku hanyalah omong kosong. Gelap. Kelam.
Terkunci rapat. Menakutkan. Suram. Tak ada setitik cahaya menerangi. Semua
bisu. Beku. Kaku. Aku seorang buta yang berjalan menyusuri kegelapan masa
depan. Dengan sekelumit masa lalu pahit yang menyayat kulit. Aku ingin
berhenti. Terduduk. Terdiam. Menangis. Hatiku perih. Teriris. Tak ada tenaga
untuk melanjutkan hidup. Buta. Gelap. Sunyi. Telapak tanganku dipenuhi ribuan
luka sayatan saat menyusuri jalan-jalan kegelapan. Perih. Nyeri. Sakit. Kakiku
selalu terantuk setiap kali mencoba berjalan lurus. Jalan yang (katanya)
diridhoi Tuhan. Namun, jalan itupun tak sudi kulalui. Aku terbuang dalam kelam.
Tak ada cahaya. Tak ada harapan. Tak ada jalan. Buntu. Gelap. Sesak. Hampir
sulit ku bernafas. Hahaha rasakan!
Kemana? Kemana
orang-orang yang mengaku peduli padaku? Aku sendiri. Terasing. Sunyi. Aku
dibuat bungkam. Aku tak sanggup mengelak. Tak berdaya. Pasrah. Hanya segini
kesanggupanmu? Katanya kau kuat? Katanya kau mampu? Katanya kau berani? Haha
ternyata omong kosong semua tentang dirimu. Diaam kauu! Coba kau rasakan jadi
aku. Rasakan jadi orang terbuang. Rasakan jadi sampah. Rasakan jadi bahan
hinaan orang. Rasakan jadi orang yang tak satupun orang lain sudi memungut.
Coba rasakan!
Hening...
Sudahlah jangan membuat
dirimu semakin hina. Apa kau bilang? Turuti kataku. Huh, aku tak sudi!
Pernahkah kau mendengar seorang alim berkata: Sampah bisa didaur ulang meski hasilnya tak utuh lagi seperti sedia
kala bahkan menjadi sesuatu yang lain. Bersungguh-sungguhlah dalam mendaur
ulang karena meski tak ada orang yang sudi membelimu setidaknya Tuhanmu masih
mau menerimamu. Kau kerasukan setan apa? Apa maksudmu, ada yang salah?
Tidak, tumben sekali kau menasihatiku biasanya kau hanya mencaciku. Aku hanya
bosan mendengar kau mengeluh. Apa urusanmu, itu urusanku!
Benarkah Tuhanku masih
mau menerimaku? Benarkah Dia masih sayang padaku? Benarkah Dia mau membantuku
menyusuri jalan gelap masa depan? Benarkah? Jangan ragukan kebaikan Tuhan.
Tuhan maha segala-galanya! Tapi... Aku takut. Aku malu. Aku menyesal, Tuhan.
Ampuni aku. Aku tersesat. Aku pernah menjadi teman setan. Ampuni aku, Tuhan.
Ampuni aku.
Racauku semakin menjadi-jadi. Jika Kau tak menolongku, niscaya aku benar-benar menjadi orang tersesat. Bantu aku mendaur ulang diri, Tuhan. Biarlah masa lalu kelam bagiku. Dan biarlah masa depan menjadi urusanMu. Aku pasrah, Tuhan. Ampuni aku. Kau pemilik hidup dan matiku.
Haha rasakan kau
pahitnya menjadi sampah! Diam kau, aku ingin sendiri, tolong jangan ganggu aku.
Baiklah.
Hening..
Kurapatkan kedua
mataku. Aku benar-benar lelah. Aku ingin tidur. Tidur di pangkuanMu, Tuhan.
Sudikah, Kau? Terimakasih Kau masih menerimaku. Masih membuatku sadar untuk
mengakhiri penyesalan yang takkan pernah berakhir. sujud! Ya.
Hening.
Laa
ilaa hailallaah
aku cari2 dr td koq nggak ada goresan pena-nya?...goresan cursor kalee...hehe..salam persahabatan!
BalasHapusTerimakasih sudah berkunjung. Salam persabatan! :)
HapusCoin Casino Review | Is The Game Legit, and Safe?
BalasHapusIs coin casino legit? Is Coin 인카지노 Casino legit? How is งานออนไลน์ Coin Casino rated and reviewed? Rating: 2 온카지노 · Review by Christopher