Selasa, 11 Agustus 2015

Sepatu Impian


Sudah lama aku memimpikan punya sepatu baru yang bagus, sporty, elegan, keren, bermerk original, berwarna favorit, dan yang terpenting nyaman dipakai serta ukurannya pas di kaki. Hmm kriteria-kriteria super wah yang kusebutkan barusan haruslah sebanding dengan kemampuanku untuk membelinya. Pasti mahal ya harganya. Tentu. Aku harus mengecek isi dompet apakah aku punya uang yang cukup untuk membelinya atau tidak. Dan ternyataaa isi dompetku hampir kosong, tak ayal hanya ada seorang Pak Oto Iskandar Di Nata, dua orang Pangeran Antasari, dan seorang Kapitan Pattimura. Yaah.. Kalau segini tidaklah cukup untuk membeli sepatu impian itu. Buru-buru kutepis keinginan untuk memiliki sepatu impian itu sekarang. Tidak mungkin memilikinya dengan uang segini. Bisa-bisa aku ditertawakan oleh sang empunya toko beserta karyawannya.

Dunia ini sangat adil. Bahkan benar-benar adil. Karena Sang pengatur dunia ini telah menuliskan keadilan sedetailnya di skenarioNya. Tidak ada yang dibuat rugi atas segala usaha yang telah dilakoni pemainnya. Benar-benar adil. Usaha berbanding lurus dengan hasil. Tapi terkadang tak semua hasil berbanding lurus dengan keinginan. Skenario Pencipta sedang berjalan. Pemain hanya perlu diminta mencoba lagi dan terus berusaha. Hasil terbaik akan mengikuti seiring langkah usaha dan doa-doa yang dipanjatkan.

Begitupun dengan keinginanku terhadap sepatu impian. Aku sangat ingin memilikinya tapi apakah pantas bila melihat amat kecil kemampuanku untuk membelinya. Tak pantas. Tengoklah isi dompetmu, wahai diri. Isi dompetmu hanya mampu untuk membeli sepatu karet yang dijual di pinggir jalan. Bisa dipakai sih tapi jauuuh dari kata bermerk ataupun elegan. Sadar dirilah, kemampuanmu tak sebanding dengan keinginanmu. Tak pantas kau berharap memiliki sesuatu setinggi langit jika kau hanya mampu mendongakkan kepala. Tak ada usaha untuk menggapainya. Tapi aku benar-benar ingin memilikinya, sungguh. Tapi aku teringat satu hal "kepunyaanmu adalah cerminan kemampuanmu". Jika aku ingin memilikinya aku harus menabung, menabung, dan menabung. Aku harus memangkas habis kebiasaanku bersikap boros. Aku harus merayu dan mendekatkan diri pada Tuhan agar Dia memberikanku rezeki untuk membeli sepatu itu. Aku harus memantaskan isi dompetku.

Proses memantaskan isi dompet itu bukanlah hal yang asik. Dibutuhkan pengorbanan memangkas keinginan remeh-temeh lainnya. Prosesnya pun tidak sebentar karena dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan seorang demi seorang Kapitan Pattimura agar dipimpin oleh belasan Pak Soekarno-Hatta. Lagi-lagi aku teringat satu hal "kepunyaanmu adalah cerminan kemampuanmu". Semangat! Jika aku ingin maka aku harus berusaha. Oya aku mendengar bisikan lelembut, katanya "Curi aja sepatu itu dari tokonya. Beres, kan? Kau bisa punya sepatu impian dengan cara cepat!". Hushh! Buru-buru kuusir lelembut penghasut kurang ajar itu. Mana mungkin kita memiliki sesuatu yang baik dengan cara yang tidak baik. Cara yang jelas-jelas tak diridhoi Tuhan. Seandainya kita medapatkannya dengan cara itu lantas kita pamerkan dan gadang-gadangkan dengan predikat sepatu terbaik pun tiada guna, tidak berkah, hasil curian, hati tak tenang, was-was suatu saat ketahuan dan berakhir jadi cacian bahkan hukuman tahanan. Aih seram! Ya, makanya jangan pernah kau mendekati api yang berkobar kalau kau tak mau terbakar.

Ya sudahlah, tak mengapa bila saat ini aku belum bisa memiliki sepatu impianku. Mungkin belum waktunya karena isi dompet pun tak mendukung. Menabunglah, pantaskan isi dompet. Jangan sekalipun melanggar aturan Tuhan demi mendapatkan sesuatu yang kita inginkan. Sekalipun jangan. Karena sesuatu yang baik selalu diperuntukkan bagi orang-orang yang baik pula. Tak akan terbalik. Tak akan tertukar. Janji Tuhan itu pasti. Tuhan takkan bohong. Tuhan takkan semena-mena membuat janji lalu melepaskan dan mengingkarinya. Sedetikpun tidak akan. Dekatkan, gantungkan, dan pasrahkan hidupmu hanya pada Tuhan maka kau tak akan kecewa.


Tapi aku pernah termakan bujukan setan. Sudahlah tak mengapa, kawan. Setan memanglah setan. Lekaslah bertaubat, mintalah ampunan. Berjanjilah kau takkan sudi jatuh di lubang jahanam yang sama untuk yang kesekian. Namun, saat ini kau harus menebus dosamu dengan mendekam di tahanan untuk waktu sekian-sekian. Tak mengapa, teruslah mohon ampunan. Bukankah Tuhan maha pengampun? Percayalah itu. Akan tiba masamu untuk bebas dari tahanan. Kau akan menghirup udara luar dan kembali memantaskan isi dompetmu, kawan. Ada kabar bahagia untukmu, sepatu impianmu akan jadi kenyataan. Tapi entah itu kapan. Masih rahasia Tuhan. Tak apa, aku akan menunggu rahasiaMu menjadi kenyataan, Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar