Sudah lama aku memimpikan punya sepatu baru yang bagus, sporty, elegan, keren, bermerk original, berwarna favorit, dan yang terpenting nyaman dipakai serta ukurannya pas di kaki. Hmm kriteria-kriteria super wah yang kusebutkan barusan haruslah sebanding dengan kemampuanku untuk membelinya. Pasti mahal ya harganya. Tentu. Aku harus mengecek isi dompet apakah aku punya uang yang cukup untuk membelinya atau tidak. Dan ternyataaa isi dompetku hampir kosong, tak ayal hanya ada seorang Pak Oto Iskandar Di Nata, dua orang Pangeran Antasari, dan seorang Kapitan Pattimura. Yaah.. Kalau segini tidaklah cukup untuk membeli sepatu impian itu. Buru-buru kutepis keinginan untuk memiliki sepatu impian itu sekarang. Tidak mungkin memilikinya dengan uang segini. Bisa-bisa aku ditertawakan oleh sang empunya toko beserta karyawannya.
Dunia ini
sangat adil. Bahkan benar-benar adil. Karena Sang pengatur dunia ini telah
menuliskan keadilan sedetailnya di skenarioNya. Tidak ada yang dibuat rugi atas
segala usaha yang telah dilakoni pemainnya. Benar-benar adil. Usaha berbanding
lurus dengan hasil. Tapi terkadang tak semua hasil berbanding lurus dengan
keinginan. Skenario Pencipta sedang berjalan. Pemain hanya perlu diminta
mencoba lagi dan terus berusaha. Hasil terbaik akan mengikuti seiring langkah
usaha dan doa-doa yang dipanjatkan.
Begitupun
dengan keinginanku terhadap sepatu impian. Aku sangat ingin memilikinya tapi
apakah pantas bila melihat amat kecil kemampuanku untuk membelinya. Tak pantas.
Tengoklah isi dompetmu, wahai diri. Isi dompetmu hanya mampu untuk membeli
sepatu karet yang dijual di pinggir jalan. Bisa dipakai sih tapi jauuuh dari
kata bermerk ataupun elegan. Sadar dirilah, kemampuanmu tak sebanding dengan
keinginanmu. Tak pantas kau berharap memiliki sesuatu setinggi langit jika kau
hanya mampu mendongakkan kepala. Tak ada usaha untuk menggapainya. Tapi aku
benar-benar ingin memilikinya, sungguh. Tapi aku teringat satu hal
"kepunyaanmu adalah cerminan kemampuanmu". Jika aku ingin memilikinya
aku harus menabung, menabung, dan menabung. Aku harus memangkas habis
kebiasaanku bersikap boros. Aku harus merayu dan mendekatkan diri pada Tuhan
agar Dia memberikanku rezeki untuk membeli sepatu itu. Aku harus memantaskan
isi dompetku.
Proses
memantaskan isi dompet itu bukanlah hal yang asik. Dibutuhkan pengorbanan
memangkas keinginan remeh-temeh lainnya. Prosesnya pun tidak sebentar karena
dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan seorang demi seorang
Kapitan Pattimura agar dipimpin oleh belasan Pak Soekarno-Hatta. Lagi-lagi aku
teringat satu hal "kepunyaanmu adalah cerminan kemampuanmu".
Semangat! Jika aku ingin maka aku harus berusaha. Oya aku mendengar bisikan
lelembut, katanya "Curi aja sepatu itu dari tokonya. Beres, kan? Kau bisa
punya sepatu impian dengan cara cepat!". Hushh! Buru-buru kuusir lelembut
penghasut kurang ajar itu. Mana mungkin kita memiliki sesuatu yang baik dengan
cara yang tidak baik. Cara yang jelas-jelas tak diridhoi Tuhan. Seandainya kita
medapatkannya dengan cara itu lantas kita pamerkan dan gadang-gadangkan dengan
predikat sepatu terbaik pun tiada guna, tidak berkah, hasil curian, hati tak
tenang, was-was suatu saat ketahuan dan berakhir jadi cacian bahkan hukuman
tahanan. Aih seram! Ya, makanya jangan pernah kau mendekati api yang berkobar
kalau kau tak mau terbakar.
Ya sudahlah,
tak mengapa bila saat ini aku belum bisa memiliki sepatu impianku. Mungkin
belum waktunya karena isi dompet pun tak mendukung. Menabunglah, pantaskan isi
dompet. Jangan sekalipun melanggar aturan Tuhan demi mendapatkan sesuatu yang
kita inginkan. Sekalipun jangan. Karena sesuatu yang baik selalu diperuntukkan bagi
orang-orang yang baik pula. Tak akan terbalik. Tak akan tertukar. Janji Tuhan
itu pasti. Tuhan takkan bohong. Tuhan takkan semena-mena membuat janji lalu
melepaskan dan mengingkarinya. Sedetikpun tidak akan. Dekatkan, gantungkan, dan
pasrahkan hidupmu hanya pada Tuhan maka kau tak akan kecewa.
Tapi aku pernah
termakan bujukan setan. Sudahlah tak mengapa, kawan. Setan memanglah setan.
Lekaslah bertaubat, mintalah ampunan. Berjanjilah kau takkan sudi jatuh di
lubang jahanam yang sama untuk yang kesekian. Namun, saat ini kau harus menebus
dosamu dengan mendekam di tahanan untuk waktu sekian-sekian. Tak mengapa,
teruslah mohon ampunan. Bukankah Tuhan maha pengampun? Percayalah itu. Akan
tiba masamu untuk bebas dari tahanan. Kau akan menghirup udara luar dan kembali
memantaskan isi dompetmu, kawan. Ada kabar bahagia untukmu, sepatu impianmu
akan jadi kenyataan. Tapi entah itu kapan. Masih rahasia Tuhan. Tak apa, aku
akan menunggu rahasiaMu menjadi kenyataan, Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar